Masyarakat adat di Indonesia dikenal memiliki kedekatan yang kuat dengan alam. Relasi ini tidak hanya dibentuk oleh kebutuhan hidup sehari-hari, tetapi juga oleh sistem nilai dan tradisi yang diwariskan turun-temurun. Di dalamnya, perempuan adat memegang peran penting sebagai penjaga pengetahuan lokal dan pelestari lingkungan. Melalui praktik dan ritual yang mereka jalankan, kita dapat melihat bagaimana kearifan lokal menjadi solusi ekologis yang berkelanjutan dan bermakna.
Perempuan Adat sebagai Penjaga Alam
Dalam banyak komunitas adat di Indonesia—seperti masyarakat Dayak, Baduy, atau masyarakat adat di Papua—perempuan memiliki tanggung jawab yang erat kaitannya dengan pengelolaan sumber daya alam. Mereka terlibat langsung dalam aktivitas seperti bertani, meramu obat dari tumbuhan hutan, serta menjaga sumber air. Pengetahuan yang dimiliki tidak semata-mata bersifat praktis, tetapi juga spiritual dan etis.
Misalnya, dalam masyarakat adat Baduy, perempuan diajarkan untuk menghormati tanah sebagai ibu yang memberi kehidupan. Mereka tidak menggunakan pupuk kimia, tidak menebang pohon sembarangan, dan hanya mengambil dari alam secukupnya. Prinsip hidup ini tidak didikte oleh peraturan tertulis, melainkan dilestarikan lewat cerita, nyanyian, dan praktik sehari-hari.
Pengetahuan perempuan adat tentang pola tanam, musim, hingga cara menjaga keanekaragaman hayati sering kali diwariskan secara lisan dan dijaga ketat agar tidak dilupakan. Hal ini menjadikan mereka sebagai pengarsip ekologis yang hidup—penjaga pengetahuan yang tak ternilai.
Inspirasi Etika Lingkungan dari Tradisi Lokal
Nilai-nilai yang dijalankan perempuan adat mengandung etika lingkungan yang relevan dan dapat menjadi inspirasi untuk gerakan ekologis masa kini. Beberapa prinsip penting yang bisa dipelajari antara lain:
- Hidup Selaras dengan Alam
Perempuan adat meyakini bahwa manusia bukan penguasa alam, melainkan bagian dari siklus kehidupan. Mereka menjaga keseimbangan dengan tidak mengambil sumber daya secara berlebihan. - Mengambil Secukupnya, Memberi Kembali
Prinsip ini mengajarkan bahwa mengambil dari alam harus disertai dengan rasa tanggung jawab untuk memulihkannya. Misalnya, setelah panen, mereka menanam kembali atau membiarkan tanah beristirahat. - Menjaga Keanekaragaman Hayati
Pengetahuan lokal tentang tanaman obat, jenis pangan lokal, hingga pola tanam beragam menunjukkan upaya menjaga kelestarian spesies dan mencegah monokultur yang merusak. - Memuliakan Alam lewat Ritual dan Simbol
Banyak tradisi yang menghormati pohon, air, dan tanah sebagai entitas hidup. Ritual seperti upacara panen atau sedekah bumi menunjukkan keterikatan spiritual dengan alam. - Kepemimpinan Komunitas yang Inklusif
Perempuan adat kerap menjadi penggerak dalam kelompok konservasi berbasis komunitas. Mereka memimpin program reboisasi, pelestarian hutan adat, dan advokasi lingkungan.
Nilai-nilai ini tidak hanya mengakar pada praktik lokal, tetapi juga sejalan dengan prinsip keberlanjutan global. Mengangkat dan menghormati tradisi perempuan adat berarti membuka jalan bagi model pembangunan yang lebih etis dan berkelanjutan.
Dari tradisi perempuan adat, kita belajar bahwa pelestarian lingkungan bukanlah hal baru—ia telah menjadi bagian dari budaya hidup masyarakat sejak lama. Dalam era krisis iklim dan kerusakan ekologis, mendengarkan dan menghormati suara perempuan adat bukan hanya soal keadilan, tapi juga langkah penting menuju keberlanjutan
